Selasa, 21 Mei 2013


TENTANG COKLAT
Oleh Hendry Noer Fadlillah
Seringkali produk cokelat yang diproduksi kehilangan kilaunya, dan timbul bercak-bercak putih keabu-abuan yang menimbulkan kesan sensori kurang menarik.  Bisa jadi produk tersebut mengalami defect yang diakibatkan oleh fat blooming.   Timbulnya fat blooming ditunjukkan oleh berbagai tanda yang cukup bervariasi, mulai dari munculnya warna abu-abu hingga terbentuknya bintik putih, baik dalam ukuran kecil maupun besar.  Peristiwa ini dapat terjadi pada produk yang memiliki kandungan cocoa butter tinggi (cokelat) ataupun rendah (compound).

Terdapat beberapa penyebab yang memungkinkan terjadinya fat blooming pada cokelat dan compound (lihat Tabel 1).  Dari tersebut  terlihat bahwa penyebab terjadinya bloom dapat diperoleh akibat komposisi, proses, dan kondisi penyimpanan.
Tabel 1. Tipe fat blooming pada cokelat dan compound

Under tempering/melting
Over-tempering
Incompatible fats
Storage bloom with phase transition
Storage bloom without phase transition
Cokelat


Compound


(Sumber: P. Lonchampt dan R.W. Hartel, 2004)
Komposisi
Komposisi yang mengandung kombinasi lemak yang tidak tepat dapat menyebabkan fat bloom, baik pada cokelat maupun compound.  Contoh dua lemak yang sulit berpadu adalah antara lauric hard butter (cocoa butter substitute, CBS) dengan cocoa butter atau milk fat, dan hydrogenated domestic vegetable oil dengan cocoa butter.
Selain perpaduan dua lemak yang tidak cocok, cokelat dengan isian (filled chocolate) juga lebih mudah mengalami risiko blooming, dibanding plain chocolate.  Hal ini terjadi jika filling content-nya lebih tinggi dibandingkan bagian cokelat.
Proses
Terdapat dua proses yang dapat memicu terjadinya fat blooming, yakni tempering dan cooling.  Tempering adalah salah satu proses krusial untuk mencapai produk akhir yang stabil dan berkualitas.  Tujuan dari proses ini adalah untuk memperoleh bentuk Kristal terbaik melalui proses transformasi polymorphic.  Proses kristalisasi yang terjadi secara cepat dengan kontraksi optimal akan menghasilkan produk akhir yang berkilau dan relatif lebih tahan dari fat bloom.  Sementara itu, jika temperingnya terlalu cepat (under tempering), dimana jumlah bentuk kristal yang diharapkan (bentuk V) tidak mencapai konsenstrasi optimal, maka berpotensi mengakibatkan rekristalisasi yang memicu fat blooming.  Hal yang sama juga terjadi jika terjadi over tempering.  Konsentrasi kristal bentuk V akan terlalu tinggi, sehingga tidak cukup untuk menghasilkan kontraksi massa.  Akibatnya juga dapat meningkatkan risiko terjadinya fat blooming.
Sementara itu pada proses pendinginan (cooling), jika lajunya terlalu cepat pada cokelat, dapat menyebabkan terjadinya proses kristalisasi ke dalam bentuk yang tidak stabil.  Hal ini juga mendorong terjadinya fat bloom.   Sebaliknya, pada compound, proses kristalisasi harus dilakukan cukup cepat.  Semakin rendah suhu yang digunakan dan cepat proses pendinginannya, akan membuat compound lebih tahan terjadinya blooming.
Kondisi penyimpanan
Penyimpanan juga menjadi tahapan penting dalam pencegahan fat bloom.  Storage bloom dengan transisi polymorphic terutama ditemukan pada cokelat.  Sedangkan jika tanpa transisi polymorphic ditemukan pada compound.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi fat bloom.  Hal ini penting untuk diketahui dalam rangka mengendalikannya.  Penggunaan lemak susu dan penyimpanan dalam suhu yang tepat dapat mengurangi terjadinya fat bloom.  Sebaliknya, migrasi minyak, kombinasi lemak yang tidak cocok, dan suhu penyimpanan yang tidak tepat dapat memicu terjadinya fat bloom.


churyanie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar